Jumat, 21 Maret 2014

DOLANAN TRADISIONAL DI PADANG BULAN


Ada banyak permainan tradisional yang kukenal sewaktu aku kecil dulu,.. hari ini dimainkankan siswa TK AISYIYAH 19 Sukolilo Bulak Surabaya bertepatan dengan bulan purnama penulis bersama ananda Aqilah Qotrunnada Al mahbubah bermain dengan teman sebayanya di TK AISYIYAH 19 Sukolilo Bulak Surabaya dalam rangkaian acara padang bulan bermain permainan tradisional beberapa di antaranya yang masih kuingat adalah :
1. Engkleh
Permainan tradisional engklek adalah sebuah permainan tradisional sederhana yang dilakukan dengan cara melemparkan sebuah pecahan genteng atau batu berbentuk pipih. Satu anak hanya akan memiliki 1 pecahan genting (kreweng) yang disebut ‘Gacuk’.

Permainan dilakukan secara bergantian. Para pemain akan mengundi urutan pemain yang akan bermain. Pemain pertama harus melemparkan pecahan gentingnya ke kotak pertama yang terdekat. Setelah itu dia harus melompat-lompat ke semua kotak secara berurutan hanya degan menggunakan 1 kaki, sedangkan kaki yang lainnya harus diangkat dan tidak boleh turun menyentuh tanah. Kotak yang terdapat gacuk milik pemain tersebut tidak boleh diinjak (harus dilewati). Dan pemain yang sedang bermain dengan meloncat dilarang untuk menyentuh atau menginjak garis pembatas.

Pemain permainan tradisional engklek harus meloncat ke setiap kotak sampai di ujung terjauh yang biasanya berbentuk setengah lingkaran atau kotak yang besar. Dari sana dia harus kembali dengan cara melompat lagi. Saat sampai di kotak yang terdapat gacuk miliknya, dia harus mengambil gacuk itu dengan tangannya, sementara itu sebelah kakinya harus tetap terangkat dan tidak boleh menyentuh tanah. Kemudian dia harus melanjutkan membawa gacuk tersebut sampai keluar kotak pertama.

Pemain permainan tradisional engklek yang sedang bermain harus mengulang permainan ini dengan melempar gacuk dari mulai kotak pertama terus sampai semua kotak, dan akhirnya selesai kembali ke kotak pertama lagi. Namun bagi pemain yang melanggar aturan tidak boleh melanjutkan permainan, dan digantikan oleh pemain berikutnya. Tapi dia boleh melanjutkan permainannnya setelah semua pemain mendapat giliran bermain.

Permainan selesai jika gacuk seorang pemain telah melalui semua kotak sampai kembali lagi ke kotak pertama dengan selamat. Setelah itu pemain tersebut akan berdiri membelakangi lapangan engklek dan melemparkan gacuk-nya ke belakang. Jika beruntung gacuk itu akan berhenti di dalam salah satu yang kosong. Nah kotak itu akan menjadi miliknya atau rumahnya.

Tapi jika lemparan gacuk-nya melesat keluar arena atau menyentuh garis batas, maka pemain itu harus mengulang lemparannya setelah pemain berikutnya melempar. Nah aturan lainnya adalah kotak yang sudah ada pemiliknya tidak boleh diinjak pemain lain ataupun disentuh oleh gacuk pemain lain yang dilempar.

 2. Gobak Sodor
Gobak Sodor berasal dari kata”go back to the door” ,. artinya kembali ke pintu masuk,.. permainan ini mungkin ada kemiripan aatau kesamaan dengan permainan dari daerah lain.. cara bermainnya adalah ada yang bertugas menjaga garis2 di tiap ruang.. dan ada yang lari dari satu ruang ke ruang lain sehingga bisa keluar lagi ke pintu awal di masuk tadi,.. permainan ini memerlukan arena.. yang digaris2 sejumlah anak yang akan bermain.. kalo yang bermain 6 orang berarti dibagi 2 regu menjadi masing2 3 orang,.. satu regu bermain.. satu regu jaga.. yang berjaga hanya boleh bergerak di sepanjang garis yang sudah digambar di arena,.. sedang yg bermain harus bisa masuk dari satu ruang ke ruang lain sampai ruang paling belakang dan kembali ke ruang awal di masuk tadi… yang berhasil kembali tanpa kepegang pihak yang jaga dia yang menang,.. biasanya yang kalah diwajibkan untuk menggendong yang kalah,.. hingga batas dan jarak tempuh yang disepakati… hehehehe,..
3. Tong tong do re mi
Tong tong do re mi tidak hanya dimainkan oleh perempuan, tetapi boleh dimainkan anak laki-laki. Permainan ini tidak bisa dilakukan sendiri, paling tidak dilakukan oleh empat orang atau lebih. Banyak anak yang ikut bermain, semakin kelihatan ramai dan menyenangkan.
Dalam bermain ‘Tong tong do re mi’ ada lagunya. Sembari bermain, anak-anak sambil berdendang. Simak dendang dari permainan anak Jawa itu :
“Tong tong do re mi
do re mi kulak kupang
Kupang dipayungi
Ono rojo dipayungi ”
Bisa dibayangkan dolanan ‘Tong tong do re mi’ ini menggembirakan dan menyenangkan. Sambil menaik-turunkan tangan yang dikepalkan pada tangan yang dikepalkan sesema teman yang bermain, tembang dolanan ini menghidupkan permainan. Biasanya, ‘Tong tong do re mi’
4. Donal Bebek
Pemain yang di perlukan adalah semain banyak semakin baik dan yang jelas adalah tempat yang digunakan harus luas misalnya halaman rumah, lapangan dan lainya.

Cara bermain
Anak-anak berkumpul dan membentuk sebuah lingkaran lingkaran yang lumayan dekat kemudian secara bersama sama mereka meneriakkan:

Donal bebek
Mundur tiga langkah
1... 2... 3....

Pada teriakan 1.. 2.. 3.. mereka akan meloncat-loncat kebelakang sebanyak tiga kali. Setelah itu ada seorang anak sebagai penunjuk sambil mereka secara bersama-sama menyayikan lagu:

Bintang mas keluar
Adik saya gigit ular
Ular ular naga
Naganya naga sari
Sari sari ayam
Ayamnya ayam jago
Jago jago tinju
Tinjunya alyas pikal

Alyas pikal merupakan pemain tinju terkenal asal indonesia. Kembali lagi ke permainan tadi setelah nyanyianya selesai pemain yang ketunjuk pada kata pada kata “tinjunya alyas pikal”, dia harus melompat dan kakinya mengenai kaki pemain lainya. Pemain lain boleh menghindar jika tidak kena maka diulangi lagi dari nyanyian bintang mas keluar.... Setelah ada yang terkena terinjak kakinya maka anak itu dinyatakan kalah (sebagai pemain yang jaga) maka permainan akan di teruskan dengan anak yang kalah duduk di tengah di kelilingi pemain lain yangberjalan mengelilingi pemain yang kalah tadi sambil menyanyikan lagu

Anak ayam di cubit-cubit
Ditendang-tendang......dst

Maaf ya sahabat lagu yang terahir ini aku nggak hafal. Yang intinya setelah lagu itu selesai dinyanyikan pemain yang mengelilingi pemain yang jongkok tadi lari berhamburan. Sedangkan pemain yang jongkok harus mengejar dan menyentuh pemain lain dan teriak ”KENA!”, supaya semua orang tau bahwa yang jaga udah ganti orang.

Kalo pemain yang kalah tadi mengejarnya sudah dekeeeeeet banget, dan pemain gak mau banget di-kena-in, caranya mudah. Tinggal buru-buru jongkok. Karena kalo udah jongkok, dia gak bisa ngena-in kita dan harus cari target lain.

Meskipun simpel, permainan ini tetep perlu perhitungan. Karena tidak jarang terjadi seseorang di’kena’in pas dia lagi ambil ancang-ancang jongkok. Jadinya, posisi gantung setengah berdiri setengah jongkok dan dia harus jaga.

Setelah pemain itu jongkok tidak boleh seenaknya sendiri terus berdiri mereka harus menunggu di sentuh temanya atau berjalan sambil jongkok dan mencari teman lain yang masama-sama jongkok untuk bersentuhan supaya bisa berdiri.


5.Klompen raksasa

Sebuah klompen yang terdiri dari 3 orang dijalankan secara bersama karena itu butuh koordinasi dan kekompakan kelompok ,kali ini Meski timnya nada sempat terjatuh, salah satu tetap mampu melanjutkan hingga garis finish.

"Mungkin terlalu semangat, jadi satu tim jatuh semua. Tapi tidak masalah karena sudah biasa. Yang penting tubuh jadi sehat dan olahraga tardisional tak dilupakan," kata dia.


 

6.Dakon
permainan dakon dikenal sebagai permainan tradisional masyarakat Jawa sekalipun permainan ini dikenal juga di daerah lain. Pada masa lalu permainan ini sangat lazim dimainkan oleh anak-anak bahkan remaja wanita. Tidak ada yang tahu mengapa permainan ini identik dengan dunia wanita. Menurut beberapa pendapat karena permainan ini identik atau berhubungan erat dengan manajemen atau pengelolaan keuangan. Pada masa lalu (bahkan hingga kini) kaum hawa disadari atau tidak berperanan penting dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Dakon dianggap menjadi sarana pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan tersebut. Untuk kaum adam mungkin permainan semacam ini dianggap terlalu feminine, kurang menantang, tidak memerlukan kegiatan otot dan pengerahan tenaga yang lebih banyak. Jadi, barangkali dianggap terlalu lembut.
Pada saat sekarang permainan dakon ini boleh dikatakan tidak ada lagi. Anak-anak putri sekarang lebih tertarik bermain boneka Barbie, melihat sinetron, atau bermainn play station. Permainan dakon barangkali dianggap telah kuno, ketinggalan zaman, atau bahkan dianggap udik.
Umumnya permainan dakon pada zaman dulu dilakukan di pendapa, beranda rumah, atau di bawah pohon yang rindang dengan terlebih dulu menggelar tikar. Untuk memulai permainan yang melibatkan dua orang ini, keduanya akan mengundi atau ping sut untuk menentukan siapa yang jalan duluan.
Lubang pada papan dakon berjumlah 16 buah. Masing-masing sisi papan dakon terdapat 7 buah lubang dan 2 buah lubang di masing-masing pojokan/ujung papannya. Untuk memainkannya biasanya diperlukan biji-bijian untuk isian lubang-lubangnya. Umumnya biji yang digunakan untuk permainan ini adalah biji buah sawo. Mengapa biji buah sawo ? Jawabannya adalah karena tanaman sawo umumnya terdapat di hampir semua pekarangan (depan) rumah-rumah Jawa di masa lalu, khususnya rumah-rumah orang yang cukup mampu. Lebih-lebih rumah ningrat yang memiliki pendapa. Kecuali itu butiran biji sawo tidak terlalu kecil untuk dicomot. Permukaannya licin sehingga cukup mudah untuk diluncurkan dari genggaman sekaligus cukup mudah juga untuk digenggam telapak tangan. Selain itu, biji buah sawo yang dinamakan kecik itu secara visual memang tampak lebih eksotik (barangkali).
Untuk permainan dakon yang juga dinamakan congklak itu diperlukan 98 buah biji sawo. Masing-masing sisi dakon yang memiliki 7 buah lubang itu diisi 7 buah biji untuk masing-masing lubangnya. Jadi, masing-masing pemain memiliki 49 buah biji kecik yang siap dijalankan. Sedangkan lubang di bagian ujung (pojok) dakon dikosongkan untuk menampung sisa biji ketika permainan dijalankan.
Berikut ini Tembi menyajikan sebuah gambar permainan dakon yang berasal dari masa lalu. Cermati detail penampilan kedua orang yang bermain dakon itu. Pakaiannya masih pakaian Jawa gaya jadul. Juga model dandanan rambutnya. Belum ada yang bermodel dicat (semir), dikeriting, diblow, dan sebagainya. Gambar atau foto ini diharapkan mampu menggugah kenangan Anda di masa lalu (khususnya generasi tua) yang pernah bersentuhan dengan permainan dakon. Anda mesti ingat bahwa permainan ini sesungguhnya merupakan serpihan kecil dari unsur pembentuk budaya dan karakter bangsa. Daripadanya sesungguhnya kita bisa memetik banyak manfaat yang kadang kita sendiri tidak menyadarinya. Dengan permainan itu kita telah dilatih untuk terampil, cermat, sportif, jujur, adil, tepa selira, dan akrab dengan orang lain (teman).

7. Wak ko wak
Nama sebenarnya saya lupa. Hanya cara bermainnya dengan melibatkan banyak anak yang meliuk-liuk seperti ular dan melewati dua orang yang saling berpegangan tangan. Secara acak ada anak yang melewati nya nanti ditangkap dan diberi pertanyaan. Biasanya dimainkan dengan disertai tembang-tembang dolanan, sbb;
Wak ko wak
Gagak opo ?
Gagak sebrang
Njaluk opo?
Njaluk mangan
Wadah opo?
Wadah piring
Gak ono piringe
Lip lip anak e sopo
Anakku!
Tak jukuk yooooo...
Setelah itu yang memberi pertanyaan mencoba menculik ekor ular paling belakang sedangkan kepala ularnya berusaha mengalangi sehingga terjadilah keseruan hingga akhirnya penanya bisa menculik hingga abis ekornya.
sayang sekali sekarang saya sudah lupa.
Anak-anak era sekarang lebih sering terlihat serius di depan televisi, komputer, gadget dengan aneka game, dibanding bermain di halaman rumah bersama teman-teman. Artinya mereka jarang berinteraksi dengan sebaya. Perkembangan teknologi membuat mereka tumbuh menjadi makhluk individual. Mereka seolah tidak membutuhkan orang lain.
Mereka dapat menciptakan dunianya sendiri dengan imajinasi yang mereka peroleh dari berbagai permainan bagian dari fitur produk berteknologi canggih yang memanjakan kehidupan. Selain melunturkan seni tradisi yang sarat ajaran adiluhung, permainan modern dapat membentuk karakter negatif dalam diri anak. Mereka menjadi individualistis, menyimpang dari kodratnya sebagai makhluk sosial.
Dolanan tradisional anak yang menjadi primadona pada zamannya, kini tinggal kenangan karena terimpit kemajuan teknologi. Pada satu sisi teknologi memang menciptakan kemudahan dan rasa nyaman bagi manusia namun pada sisi lain, kenyamanan itu dapat menjadi bume-rang bagi anak-anak.
Kepunahan dolanan anak yang merupakan bagian dari budaya tradisonal yang adiluhung, sesungguhnya bukan semata-mata lantaran kepesatan perkembangan teknologi. Perkembangan dan kemajuan teknologi tidak seharusnya melunturkan budaya, justru sebaliknya harus bisa membuat budaya berkembang kian pesat.
pada jaman dulu dikenal mainan atau permainan yang sering dimainkan oleh anak anak jawa,.. bisa berupa mainan (berwujud barang) atau permainan ( semacam games). Dulu karena ketiadaan listrik,. saat sore hari setelah membantu orang tua menggembala ternak atau membantu pekerjaan di sawah adalah saat bermain yang paling menyenangkan,.. atau di malam hari ketika bulan sedang purnama.. karena ketika bulan penuh suasana tak lagi gelap,. namun lumayan benderang untuk bermain. Karena keterbatasan sarana dan prasarana anak-anak desa cenderung kreatif menciptakan mainan dan permainan untuk mengisi saat atau waktu bermain mereka,.. tak seperti anak sekarang yang lebih menyukai menonton kartun di depan TV atau main games di komputer,.. yang membuat mereka jadi pribadi yang malas bergerak,.. karena semua sekarang bisa dilakukan dengan bantuan remote control.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar