Surabaya - "Serasa di rumah sendiri" begitu kesanku saat mendampingi Ketua PW Aisyiyah Jatim, Dra Dalilah Candra, MAg, menghadiri undangan - tentu bersama ormas atau orpol lainnya - pd Pelantikan DPW & DPD PAN se Jatim periode 2015 - 2020, di Grand City Sby, Ahad 15 Januari 2017 kemarin. Lho, apa jika diundang parpol yg lain ada yg berbeda? Jujur aku katakan ya, setidaknya - yg aku rasakan - ada suasana psikologis lain.
Pertama, yg aku rasakan - ada hubungan emosional beberapa diantara kami pr aktifis ormas yg didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini dng partai politik besutan Prof. DR. Amin Rais itu. Karena emang beberapa tokoh sentral parpol ini - terutama di Jatim - adalah alumni beberapa mantan petinggi Ortom di Muhammadiyah Jatim, atau setidaknya punya hubungan kekerabatan dng pr aktifis keluarga besar ormas Islam berkemajuan ini.
Wajar, karena - unt merefresh memory kita - kelahiran partai politik - yg moncer pd awal Amin Rais menjadi ketuanya itu - emang dibidani dan difasilitasi oleh PP Muhammadiyah, saat ketua PP dijabat Prof. DR. Syafi'i Ma'arif, jadinya bak lokomotif, Amin pun menjadi magnet buat pr aktifis ormas bersimbol matahari tsb unt 'mengambil posisi' sentral tadi di tiap level. Dan karena itu - meski bukan satu2nya - substansi simbol parpol pun 'berkiblat' pd atribut sang bidan, kendati didesain berbeda.
Meski - maaf mungkin rada subyektif - pasca pak Amin posisi2 strategis di partai ini, mulai tergerus secara masif, setidaknya berkaca dr konstalasi dan komposisi kader Persyarikatan di DPP partai ini. Karena itu, wajar jika kemudian sempat muncul 'ketidak puasan' dr kader2 muda organisasi Islam dng jumlah anggota terbesar setelah Nahdlatul Ulama ini, buat melahirkan partai baru bernama Partai Matahari Bangsa, meski kemudian - maaf - nggak laku - bahkan unt kalangan sendiri apalagi - di pasaran jagad politik nasional.
Tapi, ya sudahlah, itu cuma cerita dr dinamika hubungan psikologis tadi, dr 2 organisasi yg sama2 bersimbol matahari tsb. Dan, menjadi salah satu alasan buat kami hadir di acara pelantikan itu, selain alasan lainnya yg mungkin lebih bernilai politis. Namun terlepas dr semuanya, emang kami - spt yg kupahami - harus aktif 'menjaga jarak yg sama' dng semua partai, tentu tak harus menjauhi apalag 'anti pati'. Dlm batas2 tertentu kami juga membuka diri untuk berdialog dan berkomunikasi dengan mereka teman2 aktifis partai buat 'menitipkan' aspirasi politik kami pd pemangku kebijakan. Wallahu a'lam.(sum)
Pertama, yg aku rasakan - ada hubungan emosional beberapa diantara kami pr aktifis ormas yg didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini dng partai politik besutan Prof. DR. Amin Rais itu. Karena emang beberapa tokoh sentral parpol ini - terutama di Jatim - adalah alumni beberapa mantan petinggi Ortom di Muhammadiyah Jatim, atau setidaknya punya hubungan kekerabatan dng pr aktifis keluarga besar ormas Islam berkemajuan ini.
Wajar, karena - unt merefresh memory kita - kelahiran partai politik - yg moncer pd awal Amin Rais menjadi ketuanya itu - emang dibidani dan difasilitasi oleh PP Muhammadiyah, saat ketua PP dijabat Prof. DR. Syafi'i Ma'arif, jadinya bak lokomotif, Amin pun menjadi magnet buat pr aktifis ormas bersimbol matahari tsb unt 'mengambil posisi' sentral tadi di tiap level. Dan karena itu - meski bukan satu2nya - substansi simbol parpol pun 'berkiblat' pd atribut sang bidan, kendati didesain berbeda.
Meski - maaf mungkin rada subyektif - pasca pak Amin posisi2 strategis di partai ini, mulai tergerus secara masif, setidaknya berkaca dr konstalasi dan komposisi kader Persyarikatan di DPP partai ini. Karena itu, wajar jika kemudian sempat muncul 'ketidak puasan' dr kader2 muda organisasi Islam dng jumlah anggota terbesar setelah Nahdlatul Ulama ini, buat melahirkan partai baru bernama Partai Matahari Bangsa, meski kemudian - maaf - nggak laku - bahkan unt kalangan sendiri apalagi - di pasaran jagad politik nasional.
Tapi, ya sudahlah, itu cuma cerita dr dinamika hubungan psikologis tadi, dr 2 organisasi yg sama2 bersimbol matahari tsb. Dan, menjadi salah satu alasan buat kami hadir di acara pelantikan itu, selain alasan lainnya yg mungkin lebih bernilai politis. Namun terlepas dr semuanya, emang kami - spt yg kupahami - harus aktif 'menjaga jarak yg sama' dng semua partai, tentu tak harus menjauhi apalag 'anti pati'. Dlm batas2 tertentu kami juga membuka diri untuk berdialog dan berkomunikasi dengan mereka teman2 aktifis partai buat 'menitipkan' aspirasi politik kami pd pemangku kebijakan. Wallahu a'lam.(sum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar